Jumat, 10 Desember 2010

Dr. Markus Hage: Putusan MK Gugurkan SK Gubernur


Pilkada Harus Diproses Ulang Dari Nol

Jakarta Sarai Pos—Pernyataan dan pendapat para pihak dan hakim Akil Mochtar yang menegaskan, walaupun putusan MK  mulai berlaku sejak tanggal dibacakan, yakni 26 Agustus 2010, tetapi secara de jure , keanggotaan DPRD Sabu Raijua tetap berlaku karena hukum juga harus patuh terhadap hukum administrasi, yakni penetapan keanggotaan DPRD Sabu Raijua berdasarkan SK Gubernur Nusa Tenggara Timur belum dicabut,mendapat tanggapan serius para praktisi dan pakar hukum di NTT. Dr.Markus Hage, ketika dihubungi media ini, Jumat,( 10/12), menerangkan bahwa  putusan MK 124 boleh sebagai hukum positif yang bersifat Erga Omnes ( harus dilasanakan tidak perlu ada tindakan administrasi dari Gubernur NTT untuk mencabut SK itu).
Selain itu, dia juga memberikan catatan hukum bahwa didalam hukum ada asas yang umum,yaitu Nullus Nemmo Commodum Capere Potest de Injuria sua Propia, yang artinya; tidak seorang pun boleh diuntungkan oleh penyimpangan yang dilakukan sendiri, dan tidak seorang pun boleh dirugikan oleh pelanggaran yang diakukan orang (termasuk oleh organ publik, tentunya). Karena itu menjadi konsekuensi logis bagi yang diuntungkan oleh keputusan KPU Sabu Raijua yang tidak melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi 124 untuk mendapat ganjaran atau akibat hukum.
Selain itu, keputusan KPU Kabupaten Kupang mengenai penetapan anggota DPRD sesuai Pasal 403, Undang-undang No: 27 Tahun 2009 juga harus dibatakan. Oleh karena undang-undang tidak berlaku surut, maka ketika MK menetapkan keputusan itu 124, pasal 403 dinyatakan batal, tandasnya.
Menanggapi pemberitaan media, yang menulis seolah-olah sengketa pilkada Sabu Raijua sudah diputuskan MK, dirinya merasa sangat kecewa karena pemberitaan itu mendahuli keputusan MK yang saat ini sedang melakukan pleno mengkaji dan mempertimbangkan, belum ada keputusan. Menurut dia, saat ini, setelah pihak Pemohon dan Termohon memasukan kesimpulan pada hari Rabu, (8/12), selanjutnya MK melakukan rapat pleno untuk melakukan kajian-kajian dan pertimbangan terhadap perkara ini, lalu selanjutnya membuat keputusan. Lalu, melakukan sidang lagi untuk membacakan hasil keputusan. Mengacu pada Peraturan MK No:15, maka jadwal pembacaan keputusan itu akan dibacakan sekitat tanggal 15 atau 16 Desember nanti. Jadi tidak benar kalau ada yang memberitakan kalau MK sudah memutuskan perkara ini, itu salah secara kode etik. Dirinya, mengaku kecewa berat terhadap pemberitaan itu, ada pihak yang merasa dirugikan, dan saat ini pihak yang merasa dirugikan tersebut sudah mengajukan keberatan ke Ketua MK. Mafud MD atas pemberitaan yang seolah-olah merupakan hasil wawancara dengan Ketua Majelis Hakim, tegas Hage.
Terkait apa yang akan diputuskan MK, Hage, menjelaskan, baik paket TERBUKTI maupun MANDIRI yang sekarang keduanya telah mendapat legitimasi dari rakyat, merupakan korban dari ketidakprofesionalan KPU, meskipun ada yang diuntungkan. Dengan demikian kedua paket ini, tidak boleh lagi menjadi korban dari keputusan MK. Di dalam hukum mengenal apa yang dikenal dengang istilah ‘Victim’ dimana seorang korban tidak boleh dikorbankan lagi. MK tunduk pada prinsip ‘ultra petita’; permohonan apa yang diminta oleh Pemohan. Oleh karena itu, MK tidak mesti mutuskan apa yang tidak diminta oleh para pemohon, yakni pemilu ulang (tidak dimohonkan). Namun, menurut Hage, MK seharunya memutuskan untuk pemilu ulang. Artinya, memerintahkan KPU Sabu Raijua memulai proses dari nol, Tapi hal ini tidak diminta oleh para pemohon sehingga sesuai prinsip ‘ultra petita’  MK tidak mungkin memutuskan pemilu ulang karena tidak dimohonkan.  Soal kearah mana putusan MK, itu unpredictable. Satu hal yang dapat dijadikan pegangan, yang benar pasti benar dan yang salah pasti salah, tuturnya seraya menambahkan, MK selalu konsisten dalam putusannya.
Putusan MK Kekuatan Hukum Tetap
Sebelumnya dalam persidangan,Selasa, (30/11), kuasa hukum Pemohon Perkara Nomor212/PHPU.DVIII/ 2010),  M. Ali Purnomo, saat menyampaikan keberatannya dihadapan majelis sidang, mengatakan, kalau kita mengacu kepada Keputusan Mahkamah Konstitusi 124 itu maka harus ditentukan dulu perubahan jumlahkui di Kabupaten Sabu Raijua, itu nanti untuk menentukan pendaftaran pasangan calon bupati dan wakil bupati. Kemudian juga berkaitan dengan Pasal 39,Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMA/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang maka Putusan Mahkamah Konstitusi itu memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum, terangnya.
Artinya, lanjut Purnomo, Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 124 tadi berlaku sejak tanggal 26 Agustus 2010. Kemudian karena Keputusan Mahkamah Konstitusi itu bersifat final dan mengikat maka keputusan a quo Perkara Nomor 124 juga  mengikat bagi KPU beserta jajaran di bawahnya inclusive dalam ini adalah juga KPU Kabupaten Sabu Raijua. Berkaitan dengan itu makanya kami berkeberatan terhadap penghitungan suara karena proses itu ada tahapan pencalonan itu KPU Kabupaten Sabu Raijua telah melanggar peraturan perundang-undangan.
Berkaitan dengan itu, terang dia, petitum  yang pertama adalah kami mohon kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk yang pertama menerima dan mengabulkan permohonan keberatan yang diajukan oleh Pemohon. Yang kedua, membatalkan dan menyatakan tidak mengikat 12 secara hukum Keputusan KPU Kabupaten Sabu Raijua mengenai pengesahan berkaitan dengan penetapan perolehan suara sah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sabu Raijua Tahun 2010  tanggal l18/11 2010, tandas Purnomo seraya menambahkan bahwa Keputusan a quo belum diserahkan oleh KPU kepada Pemohon tanpa alasan yang jelas, namun demikian Pemohon berkeberatan atas keputusan a quo. Yang ketiga adalah menyatakan batal demi hukum Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Sabu Raijua Tahun 2010. Yang keempat, memerintahkan kepada KPU Kabupaten Sabu Raijua untuk menyelenggarakan pemungutan suara ulang dalam Pemilu kada Sabu Raijua Tahun 2010 tanpa diikuti oleh pasangan calon nomor urut 1 dan juga nomor urut 4 karena tidak memenuhi jumlah kursi. Atau jika Majelis Hakim berpendapat lain dapat menjatuhkan putusan lain yang dipandang lebih adil sesuai dengan hukum dan rasa keadilan rakyat yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tegas Purnomo.
Saat,  Hakim Akil Mockhtar, menanyakan, apa saudara keberatan terhadap penetapan nomor urut dan nomor 1 dan 4 karena dukungan persentase perolehan hasil Pemilu maupun dukungan partai politiknya kurang atau tidak memenuhi syarat kalau persentasenya 15%?  Dirinya menjawab berkeberatan terhadap hal itu.
Terhadap berbagai keberatan itu, kuasa hukumTermohon, Ali Antonius,SH menegaskan bahwa pihaknya menyatakan menolak seluruh dalil-dalil permohonan dari Pemohon dan menyatakan permohonan keberatan Pemohon tidak berdasar. Termohon menolak seluruh dalil dari Pemohon dengan alasan bahwa kalaupunditerapkan Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pengisian kursi,tetapi satu kondisi nyata yang tidak dapat dibantah bahwa per jumlah perolehan suara dari partai pengusung pasangan calon nomor urut 1 dan pasangan calon nomor urut 4 jumlah perolehan suaranya lebih dari 15% dari total suara sah yang diperoleh dalam Pemilu Legislatif 2009, tegas Ali pengcara kelahiran Manggarai ini. (Tim-SP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar