Kamis, 09 Desember 2010

NURANI SUDAH MATI,… RAKYAT MENANG !

Oleh: Kornelius M. Nita, S. Fil
Prosesi politik di pentas panggung politik pemilu kada Sabu Raijua babak pamungkas, telah memantik api panas yang membakar seluruh harapan pemerintah dan rakyat Sabu Raijua, lantaran aksi memalukan yang dilakukan Musa Lede, seorang Pejabat teras di Dinas PPO Sabu Raijua. Lebih dari itu, aksi ini juga langsung membakar amarah para kandidat  yang merasa dirugikan, sebut saja Paket Monehewewe, Paket Bersatu, Paket Sarai, dan Paket Terbukti.  Bukan itu saja, pemilu kada Sabu Raijua yang seharusnya menjadi peletak dasar demokrasi di bumi Rai Hawu juga dilanda maraknya aksi-aksi kecurangan yang dilakukan oleh sang sutradara politik yang memegang remot politik di balik layar dengan mengendalikan para wasit pemimpin permainan, KPU, Panwaslu dan Aparat Pemerintah lainnya.
Fakta riil lapangan, kehadiran aparat Pemerintah, seperti, Ketua DPRD, Para Camat, dan Oknum  PNS  yang terang-terangan mengintervensi langsung proses pleno penghitungan suara di PPK merupakan bukti nyata ketidaknetralan aparat pemerintah.  Selain itu, tindakan Aparat Kepolisian ( BRIMOB) Kabupaten Kupang yang secara paksa membubarkan massa, yang hendak menuntut hak politiknya yang mendesak penghitungan ulang di PPK Hawu Mehara  dengan mengintimidasi, mengejar, menangkap dan memukuli rakyat dengan senjata telah makin mempertegas dugaan masyarakat, bahwa pemilu kada Sabu Raijua telah berjalan di bawah tekanan, intimidasi dan kekerasan.  
Fakta lainnya, yang ditemui di 6 kecamatan dan 63 desa dan kelurahan, sekitar 4000-an masyarakat yang punya hak pilih kehilangan hak politiknya untuk ikut serta dalam pesta demokrasi 5 tahunan ini. Kecurangan terjadi di mana-mana, baik mulai dari tahap awal pendataan pemilih, pemasukan nama pemilih dalam DPS, maupun dalam penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) hingga pencoblosan, perhitungan suara, Pleno di PPK dan Pleno di tingkat KPU.     Banyak warga yang namanya ada dalam DPS namun hilang dalam DPT, ribuan warga yang tidak di data, ribuan warga yang tidak masuk dalam DPT, ribuan warga yang masuk dalam DPT namun tidak diundang, orang yang sudah mati 2, 3, 5 sampai 10 tahun lalu masuk dalam DPT, orang-orang sakit tidak dilayani oleh petugas PPS, anak-anak dibawah usia masuk DPT, SD dan SMP masuk dalam DPT dan menerima surat undangan, kasus-kasus ini telah makin memperkuat dugaan para pihak bahwa KPU dan Panwaslu Sabu Raijua telah gagal menjalankan tugasnya secara baik, jujur, adil dan demokratis. Fakta inilah yang kini mendorong para paket melaporkan kasus ini ke pihak Panwaslu dan Kepolisian serta  mengajukan Gugatan ke Mahkama Kosntitusi (MK) di Jakarta.
Padahal, dana sebesar 4 Miliar ( untuk KPU: 3, 5 Miliar dan Panwaslu; 500 Juta) telah digelontorkan Pemerintah Daerah  untuk pelaksanaan pemilu yang jujur, adil dan transparan demi terpilihnya pemimpin pertama yang menahkodai kabupaten baru ini. Tapi sayang, apa hendak dikata,  cita-cita luhur, rakyat yang kini terbaring dalam kekeringan yang melanda hampir seluruh wilayah Sabu dan Raijua, rakyat yang kini terbelanggu dalam rumah-rumah yang tidak layak huni, kesulitan air minum, fasilitas medis dan tenaga kesehatan, sarana listrik dan jalan raya, dililit rawan pangan dan krisis BBM, akhirnya terombang-ambing tak menentu. 
Tak heran, saat usai pemilu kada Sabu Raijua, saat palu Pleno tergesa-gesa di ketuk Ketua KPU, Yudi Tagi Huma, air mata rakyat Sabu Raijua, menetes pilu tertumpah ke tanah, sebagai tanda berkabung atas MATINYA NURANI Pemerintah, KPU, PPK, PPS, Panwaslu dan Aparat Kepolisian yang gagal menyelenggarakan pemilu secara jujur, adil dan demokratis, di Bumi Rai Hawu, Bumi Seribu Lontar yang kini terus menanti, merindukan dan mendambakan sentuhan tangan sang pemimpin yang pro rakyat. VIVA TANA RAI HAWU!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar