Kamis, 09 Desember 2010

TESTIMONI KORBAN KEKERASAN DAN INTIMIDASI APARAT TERHADAP MASSA FPR- SABU RAIJUA DI PPK HAWU MEHARA

  1. Tanggal 14 November 2010, Sekitar pukul  19.00 saat itu kami  mulai bergerak ke Kantor PPK Hawu Mehara, hendak ikuti proses perhitungan di PPK, datang polisi untuk suruh mundur disambung Brimob yang dikirim dari Kupang, sepertinya mau tabrak orang saja, terus ke arah kami, tapi banyak yang sudah kena pukul. Lantas, saya bilang ‘sabar bang, lalu saya langsung kena hantam di punggung, lalu saya  selamatkan diri. Lalu, brimob bilang, lu juga satu, langsung kena hantam, satunya lagi bilang harus begitu. ( Viky; salah satu korban).     Berikutnya, sebelumnya saya ada dapat terror dari salah satu petinggi Polri bahwa saya akan jadi ‘TO’ kalau saya macam-macam. Kemudian, saya mau naik oto, saya lihat teman saya mau foto tapi salah satu anggota polisi tutup dengan tangan dilayar kamera larang jangan foto. Saya bilang kenapa begitu? Lalu, Brimob itu cekik saya. Saya saat itu bicara agak keras karena KPPS masuk tidak pakai Kartu Anggota, lalu dia pakai kartu tapi saya lihat namanya ‘Orpa Logo’. Nah, pikiran saya mestinya nama itu harus perempuan, tapi justru laki-laki. Maksud saya, semua itu harus disinkronkan KPPS-PPK agar semua itu berjalan baik tapi saya ditegur keras, dibentak. Tiba-tiba dari belakang anggota pukul dan tendang, hanya karena ada teriakan anaknya Musa Lede di dalam kantor camat. Polisi lalu tanya saya, kamu sekolah ko? Saya jawab saya mahasiswa Hukum, lalu ditanya lagi kamu datang untuk apa? Saya bilang mau pertanyakan kenapa kami tidak dapat undangan kok PPK paksa jalankan pleno.? Ada apa yang sebenarnya? Tapi mereka (polisi,red) bilang, kau mahasiswa tidak tahu aturan, datang rebut-ribut disini lagi. Kamu bubar dan pulang saja…
  2. Eh, tiba-tiba Camat Hawu Mehara, Agustinus M.Mangiradja yang bergelar Magister Science itu bilang oh mahasiswa yah. Lalu, polisi Tanya kamu anak siapa?, satunya jawab, ‘anaknya pak yes,.’ Tiba-tiba camat keluarkan kata-kata yang sangat tidak etis yang sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang anak kecilpun, apalagi seorang camat. ‘Dia, (camat,red) Agus Ular Beludak itu,’ menurut suara massa yang meneriakinya saat itu,  bilang begini, “Pak A dan B ada duduk-duduk ‘goyang…………di rumah..’, Pak C ada duduk asyik.’karoke di Kupang sana kok kamu ribut-ribut di sini. Lalu, satu orang polisi lagi datang omong,’ Lebih baik kamu pulang saja belajar bae-baeko biar bisa ganti kami to ade’. Sepertinya, ingin membujuk tapi saya tidak hiraukan..mungkin mereka baru sadar setelah puas bicara termasuk kata-kata sangat tidak etis oleh Camat Agustinus itu. (Ama Re, Korban pemukulan)
  3. Sekitar pukul 22.40 wita waktu itu saya baru habis makan saya lihat Brimob usir massa dengan mobil Dalmas turun terus kokang senjata gertak massa. Saya lalu dengan teman-teman lainnya naik ke mobil pick-up, lalu 2 polisi tarik tangan saya naik ke Dalmas, tapi tiba-tiba satu dari belakang tarik saya suruh turun namun saya tidak kenal mukanya. Polisi itu bilang, ‘kau turun, kau tadi vocal-vokal’. Saya bilang, tidak mungkin. Saya tidak kok. Tapi, ‘polisi langsung sambar,’ ah, kau bohong,’. Sementara saya dan 2 polisi itu baku tarik, satu orang Brimob dari belakang paha saya, tusuk pakai pentungan di dada saya. Namun, mungkin setelah itu mereka baru tahu kalau saya Pendeta, salah seorang Brimob yang ada disitu suruh saya turun bae-bae, sambil bilang ‘ini jangan-ini jangan, ini pendeta sambil bilang, ‘pendeta turun bae-bae dan pulang. (PDT. Viktor Dominggus Loppies (35).  
  4. Demikian kronologis kejadian intimidasi aparat polisi terhadap massa FPR di Kecamatan Hawu Mehara tanggal  14 November 2010 sebagian bagian penting dari proses pemilu kada yang penuh curang. Pertanyaan kita, apakah tidak mungkin aparat polisi pun sedang terjebak dalam permainan curang ? ( WAR/ SP-01) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar